SobatTOSS! Menurut Global TB Report yang dirilis oleh World Health Organization pada bulan Oktober 2021, estimasi kasus tuberkulosis resistan obat (TBC RO) di Indonesia saat ini sejumlah 24.000 kasus. Tetapi, pasien yang terkonfirmasi laboratorium hanya 7.921 orang dan yang memulai pengobatan baru 5.232 saja.
Besarnya kesenjangan penemuan kasus dan sedikitnya orang dengan TBC RO yang memulai pengobatan menjadi pertanyaan besar kira-kira kemanakah dua ribu orang yang lainnya? Apakah tidak diobati? Mari kita bahas jawabannya,
1. Pemahaman dan Pengetahuan tentang Tuberkulosis
Kurangnya pengetahuan tentang gejala TBC membuat pasien TBC tidak tanggap berobat ketika muncul gejala dan cenderung mendiamkan saja. Selain itu, pemahaman di masyarakat terkait TBC masih menjadi persoalan. Adanya anggapan bahwa TBC adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan membuat seseorang tidak ingin mengakses pengobatan.
2. Stigma dan Diskriminasi Terhadap Tuberkulosis
Stigma yang masih melekat pada penyakit TBC membuat pasien enggan untuk terbuka dan memilih untuk menyembunyikan penyakitnya. Stigma dapat muncul dari dalam diri pasien sendiri, dari lingkungan maupun dari layanan kesehatan. Karenanya, pasien dapat menjadi tidak ingin berobat atau tidak melanjutkan pengobatan sampai tuntas.
Masalah stigma dan diskriminasi ini juga terjadi di lingkungan pekerjaaan. Ada pasien TBC RO yang enggan memeriksakan TBC, enggan mengakui status TBC-nya dan enggan menjalani pengobatan karena takut dikeluarkan dari tempat kerjanya.
3. Persoalan Ekonomi Pasien Tuberkulosis
Persoalan ekonomi menjadi salah satu penghambat pasien untuk melanjutkan pengobatannya. Kebanyakan pasien TBC merupakan kepala keluarga, mereka memilih untuk tidak melanjutkan atau memulai pengobatan yang cukup lama karena tak cuma harus mengeluarkan biaya pengobatan, tetapi juga terdapat pengeluaran tambahan misalkan makanan yang bernutrisi tinggi, biaya transportasi untuk berobat, vitamin, dan lain sebagainya. Selain itu proses pengobatan yang berlangsung lama akan menambah pengeluaran pasien itu sendiri.