share

Praktik Baik Indonesia Dalam Penanggulangan TBC Disuarakan Pada Pertemuan Regional di Philipina, Manila

Praktik Baik Indonesia Dalam Penanggulangan TBC Disuarakan Pada Pertemuan Regional di Philipina, Manila

Praktik Baik Indonesia Dalam Penanggulangan TBC Disuarakan Pada Pertemuan Regional di Philipina, Manila

Praktik Baik Indonesia Dalam Penanggulangan TBC Disuarakan Pada Pertemuan Regional di Philipina, Manila

Manila 14-15 Maret 2024 – Kementerian Kesehatan Indonesia dan Stop TB Partnership Indonesia menghadiri pertemuan Stop TB Partnership Regional Dialogue, yang diselenggarakan untuk mendiskusikan apa yang telah dan perlu dilakukan lebih lanjut oleh negara-negara Asia Pasifik dalam mengimplementasikan komitmen untuk eliminasi TBC di tahun 2030. 

Dalam kegiatan ini disampaikan bahwa untuk mencapai eliminasi TBC 2030, dan mengkompensasi kemunduran yang disebabkan pandemi COVID-19, dibutuhkan kolaborasi multi-sektor, inovasi, serta kepemimpinan dan komitmen politik yang kuat. Pertemuan ini juga menekankan pentingnya upaya untuk meningkatkan kesadaran, pembiayaan dan aksi nyata di masing-masing negara untuk mencapai komitmen eliminasi TBC 2030. 

Dalam diskusi panel antar menteri kesehatan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti beberapa pengalaman Indonesia untuk memperkuat upaya eliminasi TBC paska pandemi COVID-19, seperti melakukan digitalisasi sistem layanan TBC, memperkuat infrastruktur,  mempercepat adopsi inovasi dalam pengobatan dan diagnosis TBC, serta penguatan kemitraan lintas sektor yang secara bersama – sama berbagi peran dalam mengeliminasi TBC di Indonesia. “Di Indonesia Jaminan Kesehatan Nasional tidak akan membayar fasilitas kesehatan jika tidak memasukan data pasien ke sistem informasi tuberkulosis, hal ini dapat membantu pendataan pasien menjadi lebih efisien” tutur Budi. 

Tidak hanya sampai disitu, Menteri Kesehatan Indonesia juga menyoroti perihal vaksinasi, dimana menurutnya kehadiran vaksin TBC, seperti pada penyakit infeksi menular lain, menjadi penentu keberhasilan eliminasi, “Kita bisa belajar dari kasus cacar yang bisa dihapus karena vaksin, bahkan vaksin COVID 19, bisa rampung hanya dalam waktu 22 bulan saja. Oleh karena itu, membingungkan mengapa kita tidak bisa memiliki vaksin yang lebih baik untuk TBC, Ini hanya masalah komitmen untuk kita bisa menginovasikan vaksin TBC,” pungkas Budi. 

Selain digitalisasi dan vaksin, kemitraan yang ada di Indonesia sangat membantu dalam percepatan eliminasi TBC. Imran Pambudi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes menyampaikan, “Mulai dari pencegahan, promosi kesehatan, sampai ke pemberian akses layanan semuanya dilakukan dengan pelibatan multisektor, sehingga Indonesia banyak menghasilkan catatan baik untuk eliminasi TBC dalam beberapa waktu terakhir”. Pernyataan Imran Pambudi juga diamini oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, “Kami percaya kerja kolaboratif akan membawa kesuksesan dalam mengakhiri TBC.”

Wakil Ketua Komisi IX DPR -RI Melki Laka Lena juga turut hadir pada acara tersebut, membagikan praktik baik hubungan antara lembaga Legislatif dan Eksekutif di Indonesia. “Kita bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk mengembangkan program pendidikan, khususnya tentang TBC. Jangkauan yang ditargetkan juga penting, berfokus pada populasi rentan seperti mereka di daerah terpencil, permukiman kumuh perkotaan, penjara, dan komunitas yang terpinggirkan. Kita juga mengupayakan penyebaran pesan pencegahan dan pengobatan TBC bisa efektif melalui kampanye yang melibatkan organisasi lokal dan tokoh masyarakat,” ujar Melki.

Ketua Yayasan Stop TB Partnership Indonesia, Nurul Luntungan mengungkapkan dalam mencapai target eliminasi TBC, selain kerja kolaboratif, investasi yang berkelanjutan serta komitmen politik  dan kepemimpinan yang kuat menjadi sangat penting di Indonesia. “Untuk Indonesia dapat mencapai eliminasi TBC tahun 2030, kita benar-benar perlu memastikan implementasi Peraturan Presiden no. 67 tahun 2021 terus berjalan dan diperkuat. Dan itu membutuhkan kolaborasi multi sektor baik serta pendanaan yang mencukupi di tingkat global, nasional, dan sub-nasional,” tutur Nurul. 

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Dr. Eiji Hinoshita, Asisten Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Global, Jepang. Menurutnya antara pemangku kepentingan perlu bekerja sama untuk meningkatkan inovasi dalam kesiapsiagaan pandemi dan pengendalian TBC. “Penting untuk menekankan strategi G20 dan berkolaborasi untuk mengakhiri TB pada tahun 2030, dimana saat ini Jepang memberikan bantuan keuangan dan teknis untuk mengakhiri TBC di wilayah Asia Tenggara,” ujar Dr Eiji Hinoshita.
Prof Tjandra Yoga sebagai Senior Adviser Stop TB Partnership Indonesia juga menambahkan, praktik baik di Indonesia saat ini harus bisa dilanjutkan dan diperkuat, menurutnya hal itu bisa tercapai dengan tiga cara. “Untuk mencapai komitmen eliminasi 2030, praktik baik peningkatan penemuan kasus harus diteruskan dan dilanjutkan dengan peningkatan angka kesembuhan. Kedua, komitmen Presiden dalam bentuk Peraturan Presiden harus dijaga implementasinya. Yang terakhir, pembicaraan tentang indikator TBC perlu dimasukkan dalam program Indonesia emas 2045,” jelas Prof Tjandra.

Penulis:

Stop TB Partnership Indonesia (STPI)

Jihan Fadilah Faiz

jihan.f@stoptbindonesia.org

Editor: Sarah Nadhila, Dinda Anisa, Farah Alphi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content